// // Leave a Comment

Ikan Kecil dan Air



Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Sang Ayah berkata kepada anaknya, “Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati.”

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengar percakapan itu dari bawah permukaan air, ikan kecil itu mendadak gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. 

Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, 
“Hai tahukah kamu dimana tempat air berada? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati.”

Ternyata semua ikan yang telah ditanya tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil itu semakin kebingungan, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal yang sama, “Dimakah air?”

Ikan sepuh itu menjawab dengan bijak, “Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita semua akan mati.”

Apa arti cerita tersebut bagi kita. 
Manusia kadang-kadang mengalami situasi yang sama seperti ikan kecil, mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai ia sendiri tidak menyadarinya.


Read More
// // Leave a Comment

Sandaran Masa Depan




Alkisah, ada seorang anak yang bertanya pada ibunya, “Ibu, temanku tadi cerita kalau ibunya selalu membiarkan tangannya sendiri digigit nyamuk sampai nyamuk itu kenyang supaya ia tak menggigit temanku. Apa ibu juga akan berbuat yang sama?”

Sang ibu tertawa dan menjawab terus terang, “Tidak. Tapi, Ibu akan mengejar setiap nyamuk sepanjang malam supaya tidak sempat menggigit kamu atau keluarga kita.”
Mendengar jawaban itu, si anak tersenyum dan kembali meneruskan kegiatan bermainnya. Tak berapa lama kemudian, si anak kembali berpaling pada ibunya. Ternyata mendadak ia teringat sesuatu. “Terus Bu, aku waktu itu pernah dengar cerita ada ibu yang rela tidak makan supaya anak-anaknya bisa makan kenyang. Kalau ibu bagaimana?” Anak itu mengajukan pertanyaan yang hampir sama.

Kali ini sang Ibu menjawab dengan suara lebih tegas, “Ibu akan bekerja keras agar kita semua bisa makan sampai kenyang. Jadi, kamu tidak harus sulit menelan karena melihat ibumu menahan lapar.”
Si anak kembali tersenyum, dan lalu memeluk ibunya dengan penuh sayang. “Makasih, Ibu. Aku bisa selalu bersandar pada Ibu.”

Sembari mengusap-usap rambut anaknya, sang Ibu membalas, “Tidak, Nak! Tapi Ibu akan mendidikmu supaya bisa berdiri kokoh di atas kakimu sendiri, agar kamu nantinya tidak sampai jatuh tersungkur ketika Ibu sudah tidak ada lagi di sisimu. Karena tidak selamanya ibu bisa mendampingimu.”

Ada berapa banyak orangtua di antara kita yang sering kali merasa rela berkorban diri demi sang buah hati? Tidak sadarkah kita bahwa sikap seperti itu bisa menumpulkan mental pemberani si anak?

Jadi, adalah bijak bila semua orangtua tidak hanya menjadikan dirinya tempat bersandar bagi buah hati mereka, melainkan juga membuat sandaran itu tidak lagi diperlukan di kemudian hari. Adalah bijak jika para orangtua membentuk anak-anaknya sebagai pribadi mandiri kelak di saat orangtua itu sendiri tidak bisa lagi mendampingi anak-anaknya di dunia.
Read More
// // Leave a Comment

Ketika Aku Tua






Ketika aku sudah tua, bukan lagi aku yang semula.
Mengertilah, bersabarlah sedikit terhadap aku.

Ketika pakaianku terciprat sup, ketika aku lupa bagaimana mengikat sepatu,
ingatlah bagaimana dahulu aku mengajarmu.

Ketika aku berulang-ulang berkata-kata tentang sesuatu yang telah bosan kau dengar, bersabarlah mendengarkan, jangan memutus pembicaraanku.
Ketika kau kecil, aku selalu harus mengulang cerita yang telah beribu-ribu kali kuceritakan agar kau tidur.
Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku.
Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi?

Ketika aku tak paham sedikitpun tentang tekhnologi dan hal-hal baru, jangan mengejekku.
Pikirkan bagaimana dahulu aku begitu sabar menjawab setiap “mengapa” darimu.

Ketika aku tak dapat berjalan, ulurkan tanganmu yang masih kuat untuk memapahku.
Seperti aku memapahmu saat kau belajar berjalan waktu masih kecil.

Ketika aku seketika melupakan pembicaraan kita, berilah aku waktu untuk mengingat.
Sebenarnya bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah penting, asalkan kau disamping mendengarkan, aku sudah sangat puas.

Ketika kau memandang aku yang mulai menua, janganlah berduka.
Mengertilah aku, dukung aku, seperti aku menghadapimu ketika kamu mulai belajar menjalani kehidupan.

Waktu itu aku memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan ini, sekarang temani aku menjalankan sisa hidupku.
Beri aku cintamu dan kesabaran, aku akan memberikan senyum penuh rasa syukur
Dalam senyum ini terdapat cintaku yang tak terhingga untukmu
Read More
// // Leave a Comment

Belajar Cinta Dari Cicak




Ketika sedang merenovasi sebuah rumah, seseorang mencoba merontokan tembok. Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong di antara tembok yang terbuat dari kayu. Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor cicak terperangkap diantara ruang kosong itu karena kakinya melekat pada sebuah surat.
Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika dia mengecek surat itu, ternyata surat tersebut telah ada disitu 10 tahun lalu ketika rumah itu pertama kali dibangun.
Apa yang terjadi? Bagaimana cicak itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun? Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikit pun, itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal.

Orang itu lalu berpikir, bagaimana cicak itu dapat bertahan hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada surat itu! Bagaimana dia makan?

Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan cicak itu. Apa yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga dapat bertahan. Kemudian, tidak tahu dari mana datangnya, seekor cicak lain muncul dengan makanan di mulutnya..aahhh!
Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada seekor cicak lain yang selalu memperhatikan cicak yang terperangkap itu selama 10 tahun.
Sungguh ini sebuah cinta, cinta yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor cicak itu. apa yang dapat dilakukan oleh cinta? Tentu saja sebuah keajaiban. Bayangkan, cicak itu tidak pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun. Bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu menganggumkan.
JANGAN PERNAH MENGABAIKAN ORANG YANG ANDA KASIHI!
Read More
// // Leave a Comment

Jendela Rumah Sakit



Dua orang pria, keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat di sebuah kamar rumah sakit. Seorang di antaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam di setiap sore untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya. Kebetulan, tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunua yang ada di kamar itu.
Sedangkan pria yang lain harus berbaring lurus di atas punggungnya.
Setiap hari mereka saling bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan, dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama liburan.

Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama saru jam itulah, pria ke dua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana.

“Di luar jendela, tampak sebuah teman dengan kolam yang indah, itik dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan di tengah taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga berwarnakan pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh di atas sana terlihat kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang indah.”
Pria pertama itu menceritakan keadaan di luar jendela dengan detil, sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemangdangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang, dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu. Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah.
Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk di dekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas.Meski pria yang ke dua tidak dapat mendengar suara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria yang pertama yang menggambarkan semua itu dengan kata-kata yang indah.
Begitulah seterusnya, dari hari ke hari, satu minggu pun berlalu.
Suatu pagi,perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring di dekat jendela itu telah meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi sedih lalu memanggil perawar lain untuk memindahkannya ke ruang jenazah. Kemudian pria yang kedua ini meminta pada perawat agar ia bisa dipindahkan ke tempat tidur di dekat jendela itu. Perawat itu menuruti semua kemauannya dengan senang hati dan mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang diri dalam kamar.
Dengan perlahan dan kesakitan, pria ini memaksakan dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan di dunia luat melalui jendela itu. betapa senangnya, akhirnya ia bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kepalanya ke jendela di samping tempat tidurnya. Apa yang dilihatnya? Ternyata, jendela itu menghadap ke sebuah TEMBOK KOSONG !!!
Ia berseru memanggil perawat dan menanyakan apa yang membuat teman pria yang sudah wafat tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu. Perawat itu menjawab bahwa sesungguhnya pria tadi adalah seorang yang buta bahkan tidak bisa melihat tembok sekalipun.
“Barangkali ia ingin memberimu semangat hidup” Kata perawat itu.
Renungan :
Kita percaya, setiap kata selalu bermakna bagi setiap orang yang mendengarnya. Setiap kata, adalah layaknya pemicu yang mampu menelisik sisi terdalam hati manusia, dan membuat kita melakukan sesuatu. Kata-kata, akan selalu memacu dan memicu kita untuk berpikir, dan bertindak.

Kita percaya, dalam kata-kata, tersimpan kekuatan yang sangat kuat. dan kita telah sama-sama melihatnya dalam cerita tadi. Kekuatan kata-kata, akan selalu hadir pada kita yang percaya.
Kita percaya, kata-kata yang santun, sopan, penuh dengan motivasi, bernilai dukungan, memberikan kontribusi positif dalam seetiap langkah manusia. Ucapan-ucapan yang bersemangat, tutur kata kata yang membangun, selalu menghadirkan sisi terbaik dalam hidup kita. Ada hal-hal yang mempesona saat kita mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain. menyampaikan keburukan sebanding dengan setengah kemuraman, namun. Menyampaikan kebahagiaan akan melipatgandakan kebahagiaan itu sendiri.

Read More
// // Leave a Comment

Apa Yang Menyebabkan Kamu Mencintaiku



Suatu hari, seorang pasangan kekasih sedang berjalan-jalan di taman. Dipetiknya sebuah bunga yang cantik oleh si pria dan diberikan kepada kekasihnya, "ini untukmu sayang." Di luar dugaan, kekasihnya justru terdiam. Tak berapa lama kemudian ia bertanya pada kekasihnya?

Wanita: Kenapa kau menyukaiku? kenapa kau mencintaiku?
Pria: Aku juga tidak tahu alasannya. Tetapi aku sangat menyukaimu, aku mencintaimu, sayang.
Wanita: Kamu jahat. Kamu bahkan tidak bisa menyebutkan satu alasanpun mengapa kau menyukai aku. Kalau suatu saat nanti ada yang lebih cantik dari aku pasti kau akan meninggalkan aku. Bagaimana bisa kau bilang kau mencintaiku jika kau tak tahu alasannya?

Pria: Aku benar-benar tidak tahu alasannya, sayang. Tetapi, bukankah perhatian, kasih sayang dan kehadiranku di hidupmu sudah menjadi bukti cintaku?
Wanita: Bukti apa? Semua tidak membuktikan apapun. Aku hanya butuh alasan, kenapa kamu bisa menyukaiku? Kenapa kamu mencintaiku?
Pria: Baiklah, akan kucoba cari alasannya. Eum... karena kamu cantik, kamu punya suara yang indah, kulitmu halus, rambutmu lembut... Cukupkah alasan itu?
Kekasihnya kemudian mengangguk, dan menerima bunga itu dengan senang hati.

***
Beberapa hari kemudian, sebuah kecelakaan menimpa wanita tersebut. Ia harus kehilangan rambutnya yang panjang dan lembut karena terjepit dan terpaksa harus dipotong. Ia juga harus kehilangan suara dalam beberapa waktu karena pita suaranya terbentur keras. Kulitnya yang dulu halus mulus kini terpapar beberapa jahitan. Ia terbaring tak berdaya.
Di sampingnya ada secarik surat. Iapun membacanya.
"Kekasihku,
Karena suaramu tak lagi semerdu dulu, bagaimana aku bisa mencintaimu?
Dan karena rambutmu kini sudah tak panjang dan lembut lagi, aku tak bisa membelainya. Aku juga tak bisa mencintaimu.
Apalagi kini banyak jahitan di wajahmu yang dulu mulus.

Jika benar cinta itu butuh alasan, kurasa aku benar-benar tak bisa mencintaimu lagi sekarang.
Tetapi....
Cintaku bukan cinta yang palsu. 
Cintaku kepadamu tulus. Aku menyukai dirimu yang apa adanya. Aku tidak jatuh cinta karena kau punya suara yang merdu, rambut yang indah serta kulit yang mulus. Aku mencintaimu tanpa alasan apapun.
Sampai kapanpun, aku tetap akan mencintaimu. Sekalipun nanti rambut putihmu mulai tumbuh, kulitmu mulai menua dan keriput, aku selalu mencintaimu.
Menikahlah denganku..."
Cinta tak pernah membutuhkan alasan. Ia juga akan tetap hadir secara misterius. Datang tanpa pernah diduga sebelumnya. Percayalah akan kekuatan cinta, karena kau tak pernah tahu seberapa besar ia akan membuat hidupmu bahagia.
Read More
// // Leave a Comment

Love Me Not



Cerita dimulai dengan menampilkan sesosok gadis buta yang tengah berada di upacara pemakaman dan tak lama setelahnya, gadis itu berpaling dari hadapan para tamu dan berjalan lurus menuju hamparan salju.

Kemudian adegan pun berganti dengan seorang pria yang baru keluar dari dalam penjara. Dia bernama Julian, seorang playboy yang bekerja sebagai jebi  di sebuah klub bernama Adonis. Dia dijemput oleh juniornya yang bernama Mickey. Julian lalu bertanya dimana mobilnya. Mickey menjawab klo mobilnya sudah hancur karena kecelakaan akibat dikemudikan oleh Ryu Jin  yang juga menewaskannya. Sesampainya di klub, Julian disambut bak seorang raja
Namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Banyak gosip miring yang beredar tentang keberadaannya selama ini . Saat perjalanan pulang, mobil yang tumpangi oleh Julian hampir aja ditabrak truk besar . Mickey yang marah2 menyuruh sang sopir truk untuk keluar dan ternyata Julian mengenali sang sopir yang tidak lain adalah penagih utang yang selama ini dia hindari. Sang penagih meminta Julian untuk melunasi utang sebesar 2,87 juta dollar  dalam waktu 30 hari atw dia akan mati. Julian tentu aja panik mendengar ancaman sang penagih. Dengan telepon peninggalan Ryu Jin yang sekarang jadi miliknya, Julian menghubungi semua kenalannya untuk meminta bantuan. Sampai beberapa hari kemudian Julian mendapatkan sebuah panggilan dari seorang pengacara bernama Park Ki Young. Sang pengacara meminta Ryu Jin bertemu dengannya untuk membicarakan harta warisan . Mendengar kabar ini, Julian pun senang karena akhirnya dia menemukan solusi pemecahan masalahnya.
Dengan berpura-pura menjadi Ryu Jin dan mencari tahu tentang latar belakang keluarga sang junior itu. Ternyata Ryu Jin adalah anak orang kaya. Orang tuanya bercerai dan dia pun berpisah dengan adik perempuannya Ryu Min yang kini berusia 20 tahun. Setelah selesai memepelajari semuanya , Julian pun berakting layaknya sebagai Ryu Jin sungguhan di depan sang pengacara dan orang-orang kepercayaan keluarganan. Namun rupanya hanya Ryu Min  yang tidak terpengaruh dengan akting sang kakak gadungan. Bahkan dia tanpa ragu mengusir sang 'kakak' dari rumahnya dan melukai wajah Julian dengan tongkatnya karena yang bersangkutan menolak pergi setelah meminta Min tersenyum padanya. Julian tentu aja egk semudah itu menyerah. Perlahan dia pun mulai mengubah tingkah laku sang 'adik'. Mulai dari menyuruh adiknya menghabiskan makanannya . Min sendiri mempunyai phobia dimana dia takut bila disentuh seseorang dengan tiba-tiba dan dia juga egk suka dengan keramaian. Oleh sebab itu Julian mengundang anak-anak kecil ke rumah Min yg disambut dengan kemarahan Min.
Karena tidak suka dengan kehadiran anak-anak tersebut, Min kemudian nekat berjalan-jalan keluar rumah seorang diri . Julian pun mengikuti kemana Min pergi dari belakang, wlopun dia juga diikuti sama sang penagih utang . Sadar dirinya diawasi, Julian mati-matian membujuk Min untuk mempercayainya. Namun Min merasa sang kakak telah menyia-nyiakan dirinya dan tidak pernah ada di saat dia membutuhkannya. Lalu Min pun pergi meninggalkan sang 'kakak'. Tekanan dari sang penagih membuat Julian harus memutar otak dan dia pun kembali mengikuti Min. Min yang saat itu sedang berjalan di atas rel kereta api menyadari bahwa kereta akan segera lewat dan meminta sang 'kakak' untuk membunuhnya, tetapi Julian malah menolong gadis itu.
Hari berikutnya Julian memberikan hadiah kepada Min dan mengajak Min jalan-jalan ke pasar malam. Saat itu Min bertanya pada sang 'kakak' tentang hadiah yang dia berikan padanya. Julian menjawab klo itu adalah racun, karena Min berniat untuk mati. Min kaget, tapi Julian bilang klo dia hanya bercanda . Di pasar malam, Min diajak bermain dan makan es krim sama sang 'kakak' . Julian lalu meminta Min untuk menunggunya sebentar, Julian ternyata emang sengaja ninggalin Min seorang diri di tengah keramaian . Dari kejauhan dia terus mengamati sang 'adik'. Tidak lama kemudian Julian pura-pura kembali dan minta maaf karena dia tersesat. Min memaafkan sang 'kakak' dan dia berkata klo dia percaya bahwa sang kakak akan selalu melindunginya. Lalu mereka pun menonton pertunjukkan drama boneka. Julian yang sedang asik bercerita kaget karena tiba-tiba Mi menyentuh wajahnya. Min berkata klo wajah sang 'kakak' agak berbeda dari yang dia bayangkan selama ini. Julian hanya diam. Sekembalinya dari pasar malem, Min jatuh sakit dan akan dibawa ke rumah sakit untuk berobat. Nona Lee meminta Tuan Oh untuk mengantar Min berobat. Melihat hal itu Julian bersikeras mengantar Min.

Di rumah sakit, Julian bertemu dengan dokter keluarga Min yang ternyata mengenal Ryu Jin saat masih kecil. Julian awalnya panik takut klo kebohongannya terbongkar, namun sekali lagi dia berhasil berakting dengan baik. Julian berkata kepada sang dokter klo dia benar2 tidak mengenalnya. Min yang kesal dengan sikap sang 'kakak' menegurnya. Julian yang tahu Min marah hanya bisa berkata klo dia akan menunggu Min di luar. Min pun berlalu sambil tersenyum . Sementara Min diperiksa, Julian bertemu dengan Mickey & pacarnya  yang ternyata diketahui oleh Nona Lee yang curiga akan identitas si 'Ryu Jin'. Min kemudian diajak oleh Nona Lee untuk melihat gaun pengantinnya. Esoknya Julian mengajak Min pergi diam-diam tanpa sepengetahuan Nona Lee, kali ini mereka pergi ke kota. Julian emg sengaja ngajak Min pergi agak jauh untuk membuat gadis itu lebih berani menghadapi orang banyak dan dia berhasil melakukannya. Min mulai berani meminta tolong kepada seseorang untuk menuntunnya  dan akhirnya Min pun ditolong oleh sekumpulan anak muda. Min kemudian minta diantarkan oleh mereka ke toko cincin. Ternyata dia ingin membelikan sang 'kakak' hadiah sebuah cincin karena esoknya akan berulang tahun. Namun tiba-tiba Min jatuh pingsan dan langsung dilarikan ke rumah sakit oleh sang penagih utang. Melihat hal itu Julian pura-pura egk peduli dengan keadaan Min dan bilang klo dia ingin pergi minum. Setelah pisah dengan Mickey, Julian pun bergegas ke rumah sakit untuk mengetahui kondisi Min. Dari hasil pemeriksaan diketahui klo Min mengidap tumor ganas dan akan segera meninggal klo dia tidak segera dioperasi. Min yang telah siuman kemudian meminta maaf pada sang kakak klo hadiah ulang tahun sang kakak hilang .
Keesokkan harinya Min meminta sang 'kakak' untuk mengantarnya jalan-jalan karena ini adalah hari ulang tahun kakaknya. Min minta diantarkan ke tempat kunang-kunang. Sampai di sana Julian berbohong pada Min klo dia melihat ada banyak kunang-kunang di tempat itu. Tapi Min tahu klo 'kakak'nya itu sedang berbohong karena kunang-kunang hanya ada setelah ulang tahun kakaknya. Min kemudian memegang tangan sang 'kakak' dan memohon agar dia tidak berbohong lagi. Julian hanya diam. Tiba-tiba Julian melihat ada seekor kunang-kunang dan berusaha menangkapnya. Kali ini Julian bilang klo dia egk bohong dan hujan pun turun. Ternyata kunang-kunang itu sembunyi di belakang Min. Min hanya tersenyum dan bilang terima kasih kepada sang 'kakak'.
Sampai di rumah, Nona Lee marah2 pada Julian. Tapi kemudian Min membela sang 'kakak' dan balik menuduh Nona Lee telah menyembunyikan surat-surat yang ditulis sang kakak untuknya. Min juga memintanya agar tidak lagi berlaku seakan-akan dia adalah ibunya. Julian yang melihat Min di taman lalu menhampirinya dengan mencoba seperti apa yang Min rasakan. Dengan susah payah dia berjalan ke arah sang 'adik' dan akhirnya berhasil. Min kemudian menunjukkan sebuah surat yang berisi foto Julian. Min lalu berkata klo sang kakak ingin seperti orang yang ada di foto itu, dari caranya berperilaku, gerak-geriknya, suaranya sampai tidak membutuhkan cinta. Namun Min tahu klo orang di dalam foto itu adalah orang yang hangat. Mendengar hal itu, hati Julian pun tergetar dan diapun menjadi dilema. Saat itu juga, Julian memutuskan untuk mengakhiri permainannya dan dia menulis sebuah surat untuk diberikan kepada Min. Saat akan menyerahkan surat, egk sengaja Julian mendengar pembicaraan Nona Lee dengan Tuan Oh yang ternyata dengan sengaja mengundur waktu operasi Min agar mereka bisa menguasai hartanya. Tanpa sepengetahuan Julian, diam-diam Min pergi sendirian ke klub Adonis tempatnya bekerja. Mickey yang melihat Min di jalan kemudian menghubungi Julian dan dia pun langsung mencari Min dan menyelamatkannya tepat waktu.

Saat perjalanan pulang, Min membuang foto Julian dan berkata pada sang 'kakak' andai dia bukan kakaknya mungkin dia akan jatuh cinta padanya. Julian hanya diam. Sampai di depan rumah, Julian menyuruh Min untuk menunggunya di mobil. Julian kemudian masuk ke rumah dan marah2 kepada Nona Lee & Tuan Oh yang punya maksud jahat terhadap Min. Tanpa diketahui Julian, Min rupanya telah mendengar semuanya. Min juga kecewa klo ternyata orang-orang yang selama ini dia percaya hanya ingin menguasai hartanya aja dan egk bnr2 sayang padanya. Julian lalu mengejar Min dan Min kemudian mengeluarkan kapsul racun pemberian Julian. Saat Min akan memakannya, Julian mencegahnya. Min kemudian bertanya padanya apakah dia adalah kakaknya atau Julian? Julian kaget dan berusaha meyakinkan Min klo siapapun dia, dia akan selalu melindungi Min. Julian pun mw egk mw meminum kapsul tersebut. Min akhirnya kembali mempercayai sang 'kakak, tetapi Mickey kecewa akan tindakan Julian yang egk jd ngebunuh Min.

Pagi harinya, Min memasak makanan untuk sarapan  dan sekalian dia ingin menyampaikan sesuatu. Kemudian dia membagikan amplop kepada masing-masing orang. Min menjelaskan bahwa isi amplop itu merupakan ungkapan terima kasihnya yang telah mengurusinya selama ini. Dia juga membatalkan pernikahannya dengan Tuan Oh. Nona Lee yang egk terima dengan hal tersebut lalu menyudutkan Julian. Namun Min membelanya dan bilang klo dia tetap percaya pada sang 'kakak'. Min juga berkata klo dia 'mencintai' nya. Julian terkejut mendengar pernyataan Min. Setelah selesai, Julian pun pamit. Sebelumnya dia kembali menatap Min, tapi Min berkata biarkan dia sendiri agar bisa melupakan semuanya. Min yang kini berada seorang diri di rumahnya lalu masuk ke kamar yang dulu pernah di tempati oleh Julian. Saat dia duduk di atas tempat tidur sang 'kakak', Min menemukan orgel  yang ditinggalkan Julian. Min memainkan orgel tersebut dan menangis sedih. Sedangkan Julian kembali ke habitat asalnya , namun wlopun demikian dia blm bisa melupakan Min.
Min sendiri sekarang fokus menghadapi operasi yang akan dia jalani. Diam2 Julian pergi menemui sang pengacara untuk mengembalikan uang  yang diberikan Min padanya sekaligus menyerahkan sebuah surat untuk Min. Sang pengacara kemudian memberitahukan hal tersebut kepada Min, dia juga bilang klo yang mengatur operasi ini semuanya adalah Julian. Min tentu aja merasa senang dan ingin bertemu Julian. Julian yang saat itu bersiap kabur ke Saipan egk tahu klo Min pergi ke klub untuk mencarinya. Saat akan berangkat, tiba-tiba telepon Julian berdering dan ternyata itu dari sang penagih utang. Namun bukan suara sang penagih yang dia dengar melainkan Min. Julian sadar klo Min sedang dalam bahaya dan segera berlari mencarinya. Min sendiri egk tahu klo dirinya dijadiin umpan supaya si Julian dateng. Akhirnya Julian berhasil memukan Min. Dia memohon pada sang penagih utang agar diberikan sedikit waktu lagi karna ada hal yang ingin dia sampaikan pada Min. Tapi sayang sang penagih ini emg egk punya hati, dia pun menusuk perut Julian dengan sebilah pisau. Julian pun ambruk, Min kemudian menghampirinya. Sadar klo Julian sedang sekarat, dia pun berteriak-teriak minta tolong. Sayangnya semua udah terlambat, Julian hanya bisa menggenggam tangan Min yang sedang menangis dan berkata dalam hati klo dia sanggup menulis ribuan surat cinta untuknya. Julian juga berkata dalam hatinya klo dia mencintai Min...
Tidak lama Min memutuskan untuk berjalan-jalan keluar rumahnya dengan menggunakkan mantel berwarna merah. Dia menyaksikan ada dua orang anak kecil sedang bermain kejar-kejaran. Min hanya tersenyum, dia seperti mengingat kenangannya dengan sang kakak. Lalu Min meneruskan perjalanannya dan sampailah dia pada tempat tujuannya. Min berjalan ke arah sebuah pohon besar yang dikelilingi dengan hamparan salju. Min menutup matanya, dia merasakan kehadiran seseorang dan saat dia membuka matanya... Terlihat sosok Julian berada di depannya. Mereka pun akhirnya saling berpelukkan...
Read More
// // Leave a Comment

Kesetiaan dan Pengabdian Seekor Anjing



Di kota Shibuya, Jepang, tepatnya di alun-alun sebelah timur Stasiun Kereta Api Shibuya, terdapat patung seekor anjing yang sangat termasyhur. Patung ini dibuat oleh Ando Takeshi pada tahun 1935 untuk mengenang kesetiaan seekor anjing bernama Hachiko kepada tuannya.
Kisah kesetiaan Hachiko ini sudah pernah difilmkan di Jepang, dan kali ini muncul film yang sama dalam versi Amerika. Cerita diawali dengan seorang siswa SD bernama Ronnie. Ia sedang menyampaikan pendapatnya di depan kelas tentang siapa pahlawannya. Ronnie menyebutkan nama Hachiko, kemudian ia menceritakan tentang perjalanan hidup Hachiko, anjing milik kakeknya.

Kisahnya terjadi jauh sebelum Ronnie dilahirkan. Saat pulang kerja, sang kakek, Profesor Parker Wilson (Richard Gere) menemukan seekor anjing lucu di stasiun kereta. Anjing berjenis Akita Inu tanpa nama ini diperlihatkan berasal dari negeri Jepang dan dikirimkan ke Amerika tanpa alamat yang jelas, hingga anjing kecil ini terdampar di Stasiun Bedridge lalu terlepas.

Prof Parker memutuskan untuk membawa anjing kecil ini ke rumah setelah usaha menemukan pemiliknya tidak berhasil. Cate (Joan Allen), istri Parker awalnya tidak setuju di rumahnya ada anjing, namun pendirian Cate berubah ketika melihat kedekatan Parker juga putrinya, Andy Wilson (Sarah Roumer) ketika bermain bersama anjing kecil tersebut.

Dari huruf kanji yang tertulis pada kalung yang dikenakannya, anjing kecil ini kemudian diberi nama Hachiko. Anjing lucu ini bertumbuh semakin besar bersama keluarga profesor. Suatu pagi saat Prof Parker berangkat ke kampusnya untuk mengajar, Hachiko tiba-tiba melarikan diri dari kandangnya dan berniat untuk mengantar Prof Parker sampai ke stasiun. Pertama kali hal ini cukup merepotkan, namun akhirnya Hachiko diijinkan untuk menemani Prof Parker ke stasiun setiap pagi.

Dan ketika sore hari, saat Hachiko mendengar suara kereta api, ia segera berlari menuju stasiun terus duduk manis di bundaran depan pintu stasiun untuk menyambut kedatangan tuannya. Kepintaran Hachiko dan kesetiaanya pada tuannya membuat orang-orang di stasiun merasa kagum.

Kebiasaan Hachiko tersebut berlangsung terus setiap hari, hingga suatu saat Prof Parker akan berangkat bekerja, ada yang tak biasa ditunjukkan oleh Hachiko. Ia tampak malas mengantar Prof Parker ke stasiun. Namun akhirnya Prof Parker berhasil membujuk untuk mengantarnya ke stasiun dengan menggunakan umpan bola kesayangan Hachiko. Sesampai di stasiun, seperti biasa Hachiko segera disuruh pulang oleh Prof Parker dan di sinilah akhir perjumpaan Hachiko dengan tuannya.

Di kampus, Prof Parker mendapat serangan jantung dan meninggal saat memberikan mata kuliah piano di depan mahasiswanya. Hachiko sore itu kembali menunggu Prof Parker keluar dari pintu stasiun, namun hingga malam hari Prof Parker tak kunjung datang.

Namun Hachiko tetap setia menunggu. Ia tidak menyadari tuannya telah tiada. Segala bujukan tidak membuatnya berhenti untuk menunggu di depan pintu stasiun. Hachiko mulai menghabiskan hari-harinya di Bedridge, ia mendapat makanan dari teman-teman Prof Parker. Sore hari jam lima Hachiko selalu duduk dan menunggu Prof Parker kembali, malam harinya ia tidur di bawah lokomotif tua.

Sembilan tahun berlalu, Cate Wilson yang sudah pindah kota lain, datang kembali ke kota asalnya untuk berziarah ke makam suaminya dan menemui Hachiko masih setia menanti Prof Parker di stasiun. Cate begitu kagum dan terharu melihat kesetiaan dan pengabdian Hachiko yang luar biasa.

Sebuah pelajaran yang indah tentang arti sebuah kesetiaan. Hachiko hanyalah seekor hewan namun kesetiaan kepada tuannya melebihi kesetiaan manusia yang seringkali mengecewakan.
Read More
// // Leave a Comment

Namaku Sudah mati




Gubrakk!!!
Suamiku membanting pintu gubuk. Hampir saja pintunya copot. Kemudian ia pergi, lari entah kemana. Aku tahu dia sakit hati. aku mengerti kekecewaanya terhadapku. Tapi ini adalah pilihan. Aku sudah bosan hidup seperti ini terus. Mengais- ngais rezeki yang terus- terusan nihil. Tanpa ada hasil jelas.
              Evi―anakku yang masih berumur enam tahun, menangis disudut tempat tidur busuknya. Merapatkan kaki kedada, mengisak- isak tangis minta dikasihani. Kututup pintu rapat- rapat. Kemudian tanpa memperdulikan anak semata wayangku, aku mengambil tas besar yang aku guris dari tong sampah rumah orang kaya beberapa bulan lalu. kelihatannya masih bagus, hanya resletingnya saja yang rusak. Dan aku sudah menjahitnya hingga tampak layak pakai lagi.
              “Mau kemana, Ma?” Tanya Evi sambil mengusap- usap air matanya. Membentuk garis liku- liku di pipi kotornya. Rambut panjangnya tak terkucir rapi seperti tadi pagi.
              Aku membuka lemari yang hampir ambruk. Aku harus pelan- pelan mengambil beberapa baju yang ada disitu, atau lemari itu bisa saja menimpaku seperti kejadian seminggu yang lalu. Aku sudah minta Firman untuk memperbaikinya, tapi dia malah terlalu sibuk dengan pekerjaannya yang tak jelas di TPS.

              “Mama mau pergi!” Jawabku singkat. Evi mendekatiku, menarik- narik rokku hampir terlepas.
              “Evi ikut sama mama. Evi gak mau ditinggal sedirian.”
              Lantas aku tersenyum. Membungkukkan badan seraya memegang bahu mungil anakku.
              “Kalau gitu, bantuin mama masukin bajumu kedalam tas, ya?” Diapun bergegas mengambil baju- bajunya kemudian ikut menyusunnya ke dalam tas. Anak perempuan berumur empat tahun itu lugas sekali. Sangat semangat untuk ikut bersamaku. Meskipun ia belum tahu, kemana tujuanku sebenarnya.
Setelah semuanya beres, aku dan Evi keluar dari dalam gubuk bau ini. Merayap ke tengah kota guna mencari sesuatu yang sempat hilang dari kehidupanku dulu.


Panas terik matahari ini tak dapat lagi membuatku merasakan perih membakar kulit. Setiap butiran debu kasat mata menempel di pelipis berminyakku. Serasa aku sudah akrab dengan panas. Ia bagaikan udara segar bagiku. Yah… siapa tahu dengan begini aku juga bisa jadi terbiasa dengan panas neraka, sehingga kelak aku tak perlu menjerit-jerit disana. Namun tak seharusnya aku melibatkan Evi.
              Dibalik dinding tembok pagar sebuah rumah mewah yang dulunya adalah tempat tinggalku ini aku bersembunyi. Mengintai dari luar untuk melihat keadaan rumah tersebut. Ku gandeng erat-eraat tangan anakku yang kurus dan hangat. Mungkin ia bingung apa yang sebenarnya dilakukan oleh ibunya di tempat seperti ini setelah bertengkar dengan ayahnya dan pergi dari rumah karena tidak tahan dengan kehidupan yang selama ini serba melarat.
              Evipun mendongakkan kepalanya lantas bertanya padaku. “Kita ngapain sih, ma? Disinikan panas…” Eluh Evi seraya menutup kepalanya dengan sapu tangan usang. Aku terpaksa tersenyum untuk membuat hatinya tidak bingung dan bersikap tenang.
              “Sabar ya, nak? Sebentar lagi kamu akan ketemu dengan nenek kamu.” Dan aku dapat melihat wajah girang dan senyuman lebar dari bocah mungil ini.
              “Nenek? Evi pengen ketemu sama nenek, ma… Evi pengen punya nenek.” Katanya girang tak sabar ingin bertemu dengan neneknya yang selama ini tak pernah kuperlihatkan padanya. Karena neneknya yang sebenarnya itu sudah hampir empat tahun tidak menjadi ibuku akibat kebodohanku sendiri
              Aku jadi ingat saat aku masih berumur 17 tahun, saat itu aku masih duduk di kelas dua SMA. Masa-masa remaja yang terlalu bebas bagiku. Jatuh cinta dengan seorang pria yang juga sangat mencintaiku namun akhirnya berujung penyesalan. Pria itu bernama Firman, sampai sekarang ia masih suamiku. Namun baru dua jam yang lalu aku memutuskan untuk berpisah dengannya.
Selama aku dan Firman berpacaran, orang tuaku tidak pernah setuju dengan hubungan kami. Karena Firman adalah anak yang berasal dari keluarga miskin dan tidak jelas statusnya. Sedangkan aku berasal dari keluaga yang bisa dibilang kaya dan cukup ternama. Papa dan Mama selalu menuruti setiap keinginanku. Aku sadar mereka sangat sayang padaku.
              Mama memang tidak salah berbicara seperti itu padaku. Karena dia adalah ibu yang sangat baik juga perhatian pada anak gadisnya. Ia ingin melihat aku bisa sukses, menjadi gadis yang kelak bisa berhasil dan membanggakan keluarga. Setiap hari mama tidak pernah lupa memberiku pesan-pesan positif. Tapi terkadang aku mengabaikannya begitu saja. Aku terlalu terlena dengan masa muda.
              Tingkahku semakin menjadi-jadi ketika tahu bahwa hubunganku dengan Firman tidak disetujui oleh orang tuaku. Meskipun Firman adalah orang miskin, tapi aku tahu dia adalah laki-laki yang bertanggung jawab dan pasti bisa berubah menjadi orang yang berhasil, karena dia adalah anak yang baik dan pintar. Namun, hal yang tidak diinginkan terjadi. Aku hamil diluar nikah diusiaku yang masih belia.
              Aku sangat menyesal saat itu, tak tahu lagi apa yang harus ku lakukan dan apa yang akan aku katakkan pada orang tuaku. Sudah pasti aku akan mempermalukan keluargaku yang selama ini sudah mendidikku baik-baik. Atau mungkin saja aku akan diusir oleh mereka karena perbuatanku yang sungguh memalukkan. Sungguh aku tak ingin membuat mama kecewa atau membuatnya sedih. Akhirnya dengan terpaksa aku meninggalkan pesan lewat surat dan pergi meninggalkan semua yang aku miliki selama ini disaat usia kandunganku 3 bulan. Akupun pergi sejauh mungkin dari rumah dan menikah dengan Firman. Kami berdua terpaksa putus sekolah karena harus menghidupi keluarga.
              Kami terpaksa menjadi pekerja kasar karena pendidikkan yang tidak memadai. Akupun ketularan menjadi pemulung seperti Firman. Dan sejak itu juga, aku tidak pernah bertemu dengan keluargaku lagi.
              Namun beberapa bulan kemudian, tanpa disengaja aku bertemu dengan Rena, orang yang sempat menjadi sahabatku dulu. Jelas dia sangat terkejut melihat keadaanku saat itu.  Ia meminta dan memohon padaku untuk kembali bersama orang tuaku, dia bilang mama sampai sakit karena memikirkan nasibku yang tidak ada kabarnya sama sekali. Aku tahu Rena benar, tapi saat itu aku punya komitmen, untuk tetap pada pendirianku. Hidup bersama lelaki pilihan.
              “Aku tidak bisa, Ren… aku sudah terlanjur malu dengan keluargaku. Mereka pasti tidak mau menerimaku lagi sebagai anak. Apa kau tidak lihat keadaanku sekarang? Mau ditaruh dimana mukaku?” Kataku sambil menangis dihadapan Rena saat itu.
              “Enggak, Sis… mereka masih sayang sama kamu. Pulanglah… kasihan mama kamu. Dia sangat rindu dengan anak perempuannya.” Pinta Rena memohon. Namun aku tetap bersikeras tidak ingin kembali kerumah, walaupun sebenarnya aku ingin sekali. Jujur, hatiku bimbang saat itu.
              “Aku sudah punya anak, Ren. Dan aku harus bertanggung jawab dengan keluargaku. Mereka pasti tidak mau menerima Firman sebagai suamiku. Lebih baik kamu pergi dari sini dan jangan bilang pada mama kalau kita pernah bertemu.”
              “Kamu jahat, Siska! Tega sekali kamu pada mamamu! Aku tahu sebenarnya kamu sangat menyesal meninggalkan semuanya. Apalagi dengan kehidupanmu yang miskin seperti ini. Padahal dulu kamu punya hidup yang serba enak, tapi kamu menyia-nyiakannya begitu saja.” Dan akupun pergi tanpa menghiraukan kata-kata Rena.
              “Kamu benar- benar anak durhaka, Sis!! Kamu akan tahu akibatnya nanti!” Kalimat terakhir Rena seolah menjadi kutukan buatku.
              Dan sejak itu aku tidak pernah bertemu dengan Rena lagi. Setelah enam tahun.
              Namun akhirnya apa yang pernah dikatakkan Rena kini menjadi akibat dalam hidup. Aku sangat menyesal, namun entah kenapa penyesalan selalu datang terlambat. Aku sempat berpikir kalau kehidupanku mungkin tidak bisa kembali seperti dulu lagi.
              Tapi beberapa hari yang lalu, aku mulai merasa bosan dengan kehidupanku yang amat melarat. Aku sudah tidak tahan menjadi seorang pemulung yang kerjanya hanya mengorek-ngorek tempat sampah. Mencari barang–barang bekas yang hasilnya hanya pas-pasan buat makan sehari-hari. Bahkan terkadang kami tidak makan seharian. Hidup di pinggiran Kota memang sungguh menyiksa. Ditengah- tengah sebuah koloni orang- orang tak ber-etika.
Juga kulitku yang menjadi buruk, terlalu banyak sel-sel kulit mati yang timbul akibat keseringan terkena terik matahari dan air yang kotor. Padahal dulunya kehidupanku serba enak, kulitku mulus karena selalu dirawat. Dan saat ini, aku ingin mengembalikan semua itu. Aku bertekad untuk bisa mengembalikan masa- masa kejayaanku.
              Detik ini juga aku akan masuk kedalam rumah ini dan meminta maaf pada keluargaku, berharap mereka mau menerimaku lagi sebagai anak yang selama ini mereka rindukan. Walaupun sebenarnya aku malu dengan keadaanku yang dekil seperti ini. Tapi itu tidak akan mengurungkan niatku.
              Aku kembali melongokkan kepalaku kearah halaman depan rumah. Aku melihat Deny, kakak laki-lakiku yang lebih tua satu tahun umurnya dariku sedang mencuci mobil honda Jazznya. Aku senang sekali melihatnya. Beberapa menit kemudian aku melihat Rena keluar dari garasi. Aku tak tahu mengapa Rena bisa ada dirumah itu. Dia mengenakkan kaus orange milikku dulu. Sejujurnya aku tidak ikhlas baju itu ia pakai, dan itu menimbulkan rasa heran bagiku. Memang sih dulunya Rena itu sering datang kerumahku, dia sudah seperti saudara sendiri bagi kami. Tapi setahuku, dia tidak pernah datang kerumah sore-sore begini.
              Rena berjalan menghampiri Deny yang sedang serius mencuci mobilnya. Kemudian mengejek Deny dengan kata-kata lucu. Mereka berduapun tertawa terbahak-bahak, Dengan spontan Deny menyemprotkan air kewajah Rena sampai basah kuyup. Rena menjerit-jerit seraya tertawa dengan tingkah mereka.
              Entah kenapa tiba-tiba timbul rasa cemburu didadaku, mereka begitu bahagia, sedangkan aku disini menderita selama bertahun-tahun. Atau mungkin mereka sudah menghapus namaku dari daftar kehidupan mereka.
              Lagi-lagi Evi menarik tanganku kemudian bertanya. “Mereka itu siapa, ma?”
              “Laki-laki itu… om kamu, Vi. Dan perempuan itu, sahabat mama dulu.”
              “Mereka cocok ya?” Aku tak berkomentar. Justru kata-kata Evi membuatku semakin terbakar.
              Selang beberapa menit, orang yang sangat ingin aku temui keluar dari pintu depan. Aku menangis melihat mama. Dia mengenakan daster warna merah, itu adalah daster yang pernah aku belikan di hari ulang tahunnya yang ke empat puluh satu tahun. Itu adalah daster favoritnya. Aku tidak menyangka ia masih suka mengenakannya.
Seketika itu juga, air mataku meleleh. Tangis sesal, bahagia, juga rasa bersalah, bercampur manjadi satu. Ingin sekali rasanya aku berlari menghampirinya. Memeluk tubuh mama erat-erat tanpa ada keinginan untuk melepasnya. Ingin sekali aku mendengar kata-kata sayang dari bibirnya. Melihat senyuman tulus dari bibirnya. Rindu dengan tatapan mata penuh kasih sayang. Dan aku rindu dengan ayam goreng buatan mama. Dulu ia sering membuatkannya untukku sepulang sekolah.
Astaghfirulloh ‘al adzimm… hatiku semakin teriris mengingat semua itu. Aku semakin tak sabar ingin bertemu dengan mereka semua, Tanpa perlu berlama- lama, segera ku pegang pagar besi besar ini untuk bisa masuk kedalam.
              Kutarik nafas dalam-dalam dan kuusap dadaku yang berdebar-debar. Aku bimbang, ragu dan juga takut. Namun, sejenak aku mendengar percakapan mama dengan mereka.
              “Deny! Hentikan! Kamu bisa bikin adik kamu masuk angin… nanti kalau Rena sakit gimana?” Mataku langsung terbelalak, mulutku ternganga mendengar kata-kata yeng keluar dari mulut mama.
Adik? Adik Deny?
Apa maksudnya?
              Aku kembali memasang telinga tajam-tajam, mencoba mencari jawaban. Kulihat mama mendekati Rena dan membasuh muka Rena dengan tangannya. “Kak Deny tiba-tiba nyiram aku, ma…pake air sabun lagi.”
              “Deny! Mama gak pengen ada anak mama yang jadi sakit. Sudah cukup main airnya, lihat! Anak gadis mama jadi basah kuyup begini..” Dan Rena merangkul mama kamudian mencium pipi mama dengan manja.
Ini tak lazim, ini tak mungkin. Aku sangat terkejut saat itu juga. Seolah petir berskala besar menghantam tubuhku yang luluh akibat pedihnya luka. Aku tidak percaya semua ini. Sahabatku sendiri, kini menjadi anak dari ibuku sendiri? Ternyata selama aku menghilang, Rena telah menggantikan posisiku sebagai bagian dari keluargaku. Rena, sahabat yang dulu memohon-mohon memintaku untuk kembali, kini menjadi anak mamaku. Betapa bodohnya aku membiarkan semua ini terjadi.
Hatiku teramat sakit, ternyata selama ini aku memang dianggap sudah tidak ada. Aku tidak mungkin melanjutkan niatku ini. Kalaupun aku kembali kerumah, aku pasti akan sangat malu karena namaku sudah dihapus dari daftar keluarga. Apalagi mereka telah mendapatkan seorang penggantiku. Yang notabene: adalah sahabatku sendiri. Aku tidak mungkin kembali, tidak akan mungkin bisa.
Aku menangis sejadinya. Mungkin sudah takdirku untuk menjadi seorang miskin selamanya dan tidak mungkin bertemu dengan keluargaku. Aku tidak bisa memenuhi janjiku pada Evi untuk mempertemukan ia dengan neneknya. Evi pasti sangat kecewa. Sungguh aku makhluk yang malang.
Kini kehidupanku sudah seperti serpihan kaca, tidak akan bisa disatukan kembali beling-beling yang sudah hancur. Andai saja dulu aku mau mengikuti setiap nasihat mama, mungkin hidupku tidak akan separah ini. Tapi kini terlanjur. Kalaupun serpihan kaca itu bisa disatukan, butuh perekat yang kuat sebagai penebus kesalahanku selama ini.
        Aku pergi dari tempat ini dengan penuh kesedihan serta penyesalan, begitu mata mama memperhatikan diriku.
Read More
// // Leave a Comment

Jangan Meremehkan Orang lain


Pada suatu hari, seorang anak masuk ke dalam rumah makan yang sangat terkenal dan mahal. Dia masuk seorang diri dan memakai pakaian biasa saja, tidak seperti anak-anak lain yang memakai pakaian yang bagus. 


Anak itu duduk di salah satu kursi lalu mengangkat tangannya untuk memanggil salah satu pelayan.
Seorang pelayan perempuan menghampiri anak kecil itu lalu memberikan buku menu makanan. Pelayan tersebut agak heran mengapa anak kecil itu berani masuk ke dalam rumah makan yang mahal, padahal dari penampilannya, pelayan itu tidak yakin bahwa sang anak kecil mampu membayar makanan yang ada.
“Berapa harga es krim yang diberi saus strawberry dan cokelat?” tanya sang anak kecil.
Sang pelayan menjawab, “Lima puluh ribu,”
Anak kecil itu memasukkan tangan ke dalam saku celana lalu mengambil beberapa receh dan menghitungnya. Lalu dia kembali bertanya, “Kalau es krim yang tidak diberi saus strawberry dan cokelat?”
Si pelayan mengerutkan kening, “Dua puluh ribu,”
Sekali lagi anak kecil itu mengambil receh dari dalam saku celananya lalu menghitung. “Kalau aku pesan separuh es krim tanpa saus strawberry dan cokelat berapa?”
Kesal dengan kelakuan pembeli kecil itu, pelayan menjawab dengan ketus, “Sepuluh ribu!”
Sang anak lalu tersenyum, “Baiklah aku pesan itu saja, terima kasih!”
Pelayan itu mencatat pesanan lalu menyerahkan pada bagian dapur lalu kembali membawa es krim pesanan. Anak itu tampak gembira dan menikmati es krim yang hanya separuh dengan suka cita. Dia melahap es krim sampai habis. Kemudian sang pelayan kembali datang memberikan nota pembayaran.
“Semua sepuluh ribu bukan?” tanya anak itu lalu membayar es krim pesanannya dengan setumpuk uang receh. Wajah sang pelayan tampak masam karena harus menghitung ulang receh-receh itu. Lalu sang anak mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dari saku celana belakangnya, “dan ini tips untuk Anda!” ujar sang anak sambil menyerahkan selembar uang tersebut untuk si pelayan.

Ada kalanya kita tidak melihat apa yang melekat pada tubuh seseorang saja sebagai penilaian. Bukan hal yang bagus untuk meremehkan seseorang karena melihat penilaian dari luar, Anda tidak akan pernah tahu pada beberapa waktu yang akan datang, seseorang yang Anda remehkan bisa jadi merupakan pengantar rejeki yang tak terduga
Read More
close